Hampir Kecopetan di Kampung Sendiri
Sejak 24 April 2007 lalu, saya mendapat tugas ke Jogja. Di satu sisi, tugas ini terasa singkat, karena dilaksanakan di kampung sendiri. Tapi di sisi lain, terasa lama karena di Jakarta ada tugas tesis yang harus saya selesaikan. But keep smile...
Untuk menghilangkan kepenatan, akhirnya pada hari ahad saya jalan-jalan ke pasar Beringharjo, di Malioboro bersama beberapa teman, ada sekitar 10an orang. Primary target mereka adalah belanja beli pakaian oleh-oleh untuk keluarga dan rekan di tempat masing-masing. Kalau primary target saya cuma mau jalan-jalan aja, belum punya hobby belanja, tidak satu pun benda yang saya beli waktu itu, kecuali makan siang. Lagi pula Malioboro sudah tidak asing bagi saya. Sedangkan teman-teman belanjaannya seabrek-abrek
Setelah sekian lama gerilya keluar masuk dari satu toko ke toko lain, lalu masuk ke dalam pasar, akhirnya kami semua terpisah-pisah karena sibuk sendiri dengan aktivitas belanjanya. Saya sendiri terpisah bersama Bu Mun dari Bengkulu. Walhasil, saya jadi "guide tour" dadakan buat Bu Mun. Bu Mun beli beberapa baju batik khas Jogja untuk anaknya, suaminya, dan beberapa saudaranya. Selain itu beli beberapa pernak-pernik lain dari toko batik seberang pasar Beringharjo.
Setelah puas di pasar Beringharjo, dan shalat Dzuhur di musholla pasar, Bu Mun bilang mau cari sepatu buat putrinya yang alumni Paskibraka Nasional. Bu Mun cerita, putrinya itu termasuk anggota Paskibraka Nasional yang merintis mengenakan jilbab ketika upacara 17 Agustus di Istana Merdeka Jakarta, setelah anggota Paskibraka dari Aceh. Semenjak itu, yang namanya jilbaber dalam Paskibraka Nasional sudah tidak tabu lagi, subhanallah...
Sebelum keluar dari musholla, saya perhatikan lagi semua kantung di celana, yang sering saya pakai kalau ke gunung. Semua kantung saya pasang kancingnya. Lalu kami berjalan menelusuri lorong Malioboro. Lorong yang sempit itu semakin sempit dengan adanya jejeran para pedagang. Kami seringkali "bertabrakan" dengan pejalan kaki dari arah berlawanan karena sempitnya lorong.
Hingga sampai pada suatu lorong yang ramai, di depan saya ada seorang laki-laki pejalan kaki, sedangkan bu Mun ada di depan saya agak ke kanan. Agar tidak bertabrakan dengan laki-laki itu, saya mencoba menggeser ke kanan, tapi di kanan ternyata ada pejalan kaki yang lain. Lalu saya coba mundur sedikit, tapi ternyata di belakang tanpa saya sadari ada juga pejalan kaki lain. Sebelah kiri ada pedagang, dan tangan kiri saya memegang kantung plastik. Maju mundur tidak bisa, geser kiri kanan tidak bisa. Yang saya herankan, laki-laki di depan saya tidak berusaha menggeser agar kami tidak bertabrakan, dia diam saja tidak maju mundur, tidak geser kiri kanan. Sedangkan pejalan kaki di belakang saya malah berusaha memepetkan tubuhnya ke saya dari belakang. Akibatnya langkah kaki terhenti beberapa detik. Saya terjepit!
Saya berpikir singkat! KURANG DARI 1 DETIK, pikiran saya mengatakan bahwa INI ADALAH USAHA AKSI PENCOPETAN! Secara refleks tangan kanan saya langsung bergerak cepat "menangkis" apapun yang ada di belakang saya, entah itu tangan si pencopet, atau entahlah, pokoknya refleks menangkis, refleks ala Silat Perisai Diri, karena waktu SMA saya pernah 2 tahun lebih ikut Perisai Diri. Entah bagaimana, saya juga bingung, refleks saya itu langsung mengenai tangan orang di belakang saya yang ternyata memegang korek api gas hingga korek api gas itu terjatuh. Ketika orang itu memungut korek api gasnya, terasa ada yang mendorong-dorong saya lagi. Lalu Bu Mun menarik saya dari depan. Kami jauhi kerumunan.
Dari kejauhan kami perhatikan, orang yang ada di belakang saya, laki-laki bertubuh besar, tidak berjalan maju, tapi keluar dari lorong dari ambil jalan arah berlawanan. Itu artinya dia tidak melanjutkan perjalannya, tapi balik arah seperti tidak ingin kami lihat. Sedangkan orang yang tadi di depan saya maju terus dan menghilang. Kami berdua yakin betul bahwa mereka itu adalah kawanan pencopet. Sepertinya mereka mengincar kantung di celana saya celana panjang "outbound" saya yang memang tampil menonjol. Mungkin mereka mengira isinya HP, padahal sih cuma gulungan kabel chargeran HP, kunci, dan tempat kacamata. Wong ndeso kok mau dicopet . Sedangkan HP saya simpan di tempat yang aman dan tidak terlihat. Dompet yang ada di kantung belakang, alhamdulillah aman. Karena sudah saya kancing sejak dari musholla.
Wah, baru kali ini saya hampir kecopetan di kampung sendiri. Di Malioboro pula. Sebuah tempat yang dulu saya pikir adalah tempat wisata yang aman.
Jadi, WASPADALAH.. WASPADALAH..! Pencopet beredar di Malioboro Yogyakarta...
Jangan lupa, sebelum jalan-jalan, baca doa dulu. OK.
2 comments

Comment from: hendra Member

Ooh masih tabu ya? Maklum, dah lama ga baca berita.. :D
Ayo deh, kita berjuang lagi :)
This post has 3 feedbacks awaiting moderation...
sapa blg paskibra ga tabu ama jilbaban. Tuh di kediri jilbab harus di lepas…tes paskibranya nya aza make angkat angkat rok segala